Ekspresi Wajah: Haruskah Diatur?


Sumber: arts.gov

Topeng adalah benda buatan manusia yang digunakan di wajah, dengan tujuan menyembunyikan identitas atau sekedar bergaya. Bentuk topeng bermacam-macam, mulai dari yang sederhana hingga yang unik. Dalam sebuah pesta topeng, benda ini menjadi keunikan tersendiri yang wajib dikenakan pesertanya.

Topeng akan dibuat sedemikian rupa sehingga menyembunyikan wajah sang pengguna. Apakah menyembunyikan identitas sedemikian pentingnya? Well, untuk pesta topeng mungkin iya, tapi bagaimana dengan kehidupan nyata? Perlukah topeng? Jelas topeng dapat menyembunyikan ekspresi wajah kita, sehingga orang lain tidak dapat menebak apa yang sedang kita rasakan. Pertanyaan pentingnya: untuk apa kita menyembunyikan ekspresi wajah?

Wajah adalah beranda diri kita, apa yang ditampilkan disana dengan sendirinya menunjukkan pribadi kita. Jika kita marah, sedih, senang atau luapan emosi lain, maka wajah kita akan menunjukkannya, lengkap dengan gerak tubuh. Orang-orang akan dengan mudah menilai apakah kita sedang berada dalam suatu fase emosi tertentu dari ekspresi yang kita tampilkan.

Kenapa gua tertarik membahas ini? Karena ekspresi wajah dapat diatur sedemikian rupa. Jika kita kesal terhadap seseorang, ekspresi yang ditampilkan bisa jujur menyatakan kekesalan, atau justru ditutup-tutupi dengan ekspresi lain, misalnya senang, sehingga inilah yang disebut mengatur ekspresi wajah. Biasanya jika kita tidak senang akan kehadiran orang tertentu namun harus bersikap sebaliknya, dengan sendirinya kita akan mengatur ekspresi wajah agar tampak "senang dengan kehadiran seseorang yang tidak diinginkan". Apakah mudah? Tidak, tapi untuk beberapa orang, mereka akan dengan mudah melakukannya karena terbiasa. 

Wow.

Gua jadi inget film "The Purge". Film thriller ini bercerita mengenai negara Amerika di masa depan, dimana kejahatan dapat ditekan hingga level rendah. Apa kuncinya? Ternyata pemerintah menyediakan satu waktu khusus dimana warganya dapat melepaskan emosi yang terpendam kepada siapapun. Saat "the purge" dilaksanakan, warga diperbolehkan melakukan tindak kejahatan, agar emosinya tersalurkan, dalam hal ini termasuk membunuh (gawat kan?). Jadi saat "the purge" adalah saat dimana kriminalitas dilegalkan, dengan catatan setelah "the purge" selesai, warga dilarang melakukan tindakan kriminalitas. Setidaknya tingkat kriminalitas berhasil ditekan ke level terendah akibat pelaksanaan program "the purge" tersebut. Inilah yang menyebabkan pemerintah terus melegalkannya.

Wow, jika benar hal itu diterapkan di kehidupan nyata, entah akan seperti apa jadinya. Pemikiran bahwa kejahatan dapat dilegalkan tentu bertentangan dengan pandangan agama. Oke, gua ngga akan membahas sampe sedalem itu. Yang mau ditekankan disini adalah kenyataan bahwa tiap-tiap diri kita menyimpan emosi tersendiri, negatif maupun positif. Emosi yang negatif lah yang paling membahayakan. Dalam film "The Purge", manusia yang merayakan hal itu berharap dengan melepaskan emosi negatif melalui tindak kejahatan dapat membersihkan jiwa mereka. Jadi pembersihan jiwa diidentikkan dengan tindak kejahatan. Mereka yang merayakan "The Purge" akan melepas dendam mereka pada pihak-pihak tertentu yang tadinya justru akrab, atau pada sembarang orang.

Inilah uniknya. Kita jadi bertanya-tanya sendiri, apakah orang-orang yang terlihat ramah sebenarnya hanya memasang topeng tertentu di wajah, padahal hatinya berkata lain? Topeng tak terlihat yang disetel sedemikian rupa sehingga orang lain tidak akan melihat perbedaan antara apa yang ditampilkan dengan apa yang tersembunyi di hati. Bukannya mau berprasangka buruk, tapi tentunya ada sebagian orang yang kerap menggunakan topeng ekspresi ini, di saat-saat tertentu. Tingkat keberhasilannya diukur dari reaksi lawan bicara, jika lawan bicara terjebak dengan topeng ekspresi yang mereka pasang, maka strateginya berhasil. Atau jangan-jangan... lawan bicaranya juga sama-sama memasang topeng ekspresi kasat mata?

Jadi... berapa banyak orang yang memasang topeng ekspresi di luar sana? Pernahkah kita melakukannya? Atau... pertanyaan sesungguhnya, seberapa sering kita melakukannya?

-Bray-

Note: Lagu "Extraordinary" milik Clean Bandit feat. Sharna Bass mengiringi penulisan kali ini.

4 comments

  1. nice post bray
    langsung makjleb baca postingannya
    betapa diri ini kadang masih mengenakan topeng itu, berpura-pura meski hanya demi menyenangkan orang lain dan terlihat baik
    semoga ke depan diri ini benar-benar bisa konsisten menjadi apa adanya diri sendiri

    ReplyDelete
    Replies
    1. Thanks bro.
      Topeng semacam itu emang cara aman untuk nyembunyiin apa yang di hati, ya? Apakah itu bisa dibilang baik atau buruk relatif kok, tergantung niatnya.
      "Konsisten menjadi apa adanya" good :-)

      Delete
  2. Zaman sekolah dulu aku cenderung tertutup, temen2 bilang wajahku tanpa ekspresi. Jadi kalo marah atau sedih nggak terlihat di wajah. Prinsipku waktu itu, biarlah aku sendiri yang merasakan hihihi. Itu termasuk topeng wajah, ya :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bisa dibilang begitu, tapi apapun itu, kalau kita nyembunyiin apa yang kita rasakan untuk tujuan baik, ya oke oke aja... :-)

      Delete

 
Powered by Blogger.