Shuffle: Menikmati Playlist Lagu yang Diacak



Dengerin musik yang udah tahu susunan playlist-nya ternyata lama-lama ngebosenin.

Gua termasuk orang yang selalu dengerin musik setiap hari, khususnya pagi hari untuk ngebangun mood positif sebelum berangkat kerja dan pas malam hari sesudah kerja untuk ngilangin stres dan lain hal. Ga bisa dipungkiri, efeknya luar biasa lho. Apalagi kalo kita lagi stuck kehabisan ide, dengerin musik adalah salah satu cara ampuh untuk menguraikan kusutnya pikiran & memacu sel otak untuk mencari ide.

Meskipun bertahun-tahun ngumpulin lagu favorit untuk didengerin, baik itu CD fisik maupun musik digital, lucunya sampe sekarang belom semuanya gua dengerin, haha. Aneh emang, sampe kadang lupa sendiri pernah punya album A si musisi ini, album B si musisi itu. Untungnya sih ga pernah sampe double beli. Rutinitas kalo pas punya lagu baru itu adalah disimpen di laptop, terus diputer kalo pengen. Padahal yang sering diputer yang ada di mobile gadget (bukan laptop), dan playlist didominasi oleh musisi favorit, yang notabene bawaannya pengen diputer aja terus setiap saat, baik itu musisi lokal ataupun mancanegara.

Kalo udah begini, ya jadilah musik-musik yang lama terbenam, karena yang jadi primadona selalu beberapa lagu doang. Dengan sukacita biasanya gua buatin folder khusus di mobile gadget untuk beberapa single favorit, dinamain judul foldernya sesuai kebutuhan, dan terbuai dengan deretan lagu-lagu yang bermain lincah di situ. Baru gua sadar, kok lama-lama ngebosenin ya, apalagi begitu tahu abis lagu A pasti yang keputer lagu B, C, D dan seterusnya. Emang sih semuanya bagus-bagus, tapi... kayak ada yang kurang. 

Akhirnya gua coba aktifin shuffle mode, alias membiarkan software yang terbenam di mobile gadget itu yang mengambil alih kendali memutarkan musik. Wow, playlist gua pun teracak sesuai yang diatur si software. Hm, oke juga nih ternyata, gua tinggal duduk manis aja dengerin apa yang diputer, tanpa gua mau cari tahu lagu apa berikutnya yang bakal keputer. Ada sensasi tersendiri saat lagu yang diputer udah lama banget ga didengerin. Lagu lama ngebawa kenangan tersendiri, dan bikin nagih didengerin.

Mungkin ini juga yang membuat radio masih suka didengerin para penikmat musik. Selain karena radio menyajikan banyak suguhan menarik (dari segi acara, musik dan sebagainya), lagu yang diputer di radio (yang diputer random, bukan by request) itu pas didengerin membawa sensasi tersendiri. Kita ga tahu lagu apa yang bakal diputer selanjutnya sama sang DJ, dan begitu lagu yang diputer ternyata lagu favorit... beda rasanya sama muter lagu itu di playlist milik sendiri.

Apa gua doang yang ngerasa begitu? Haha. Bener lho, kalo kita dengerin musik favorit diputer di radio, tanpa niat awal dengerin itu, rasanya itu lagu jadi bagus banget. Berdasarkan itu, gua akhirnya mengisi ulang playlist di mobile gadget dengan hampir seluruh perbendaharaan musik yang gua punya dari awal ngumpulin sampe sekarang. Ga semuanya sih, karena ga muat memorinya hehe. Yang pasti, setelah gua mengaktifkan shuffle mode, bermunculanlah musik-musik yang terasa asing padahal itu udah lama gua punya. Hm... kenapa baru sekarang kepikiran begini ya?

Gua jadi inget iPod Shuffle yang dipopulerkan Steve Jobs pada tahun 2005, dimana tanpa display pada pemutar musik tersebut, konsep yang diusung adalah memainkan musik secara acak. Well done, Mr. Jobs.

Musik baru membawa semangat baru. Enjoy your day.

-Bray-



Note: Hasil shuffle playlist hari ini adalah lagu The Chemical Brothers (duo EDM mantap dari dataran Inggris), diambil dari album Come With Us, berjudul "Star Guitar", sebuah sajian manis electronica dan tech house. Lagu ini jadi pengiring saat menulis.
READ MORE - Shuffle: Menikmati Playlist Lagu yang Diacak

Kesedihan Itu Sesungguhnya Wajar dan Baik



Selalu ada sisi baik dalam suatu hal, tak terkecuali sebuah emosi yang bernama "Kesedihan".

Hidup memang penuh dengan petualangan emosi, campur aduk menjadi satu, mulai dari senang, takut, sedih, marah, cinta, dan sebagainya. Emosi yang mendominasi setiap orang berbeda-beda, semua tergantung dari pola pikir dan pengaruh eksternal. Dalam satu waktu, kita bisa diliputi kesenangan berlebih, kemudian larut dalam kesedihan di lain waktu.

Gejolak perubahan emosi ini dirangkum dengan baik di film animasi kerjasama Disney-Pixar, Inside Out. Sebuah film tentang studi karakter manusia yang mengagumkan. Mengambil tokoh utama seorang gadis berumur 11 tahun bernama Riley, dimana dalam pikirannya terdapat lima emosi yang mendiami Markas Besar (Headquarters) dalam otak, yakni Anger (Marah), Fear (Takut), Joy (Senang), Disgust (Jijik) dan Sadness (Sedih). Urutannya disesuaikan dengan gambar lima karakter yang gua taro di atas.

Konsep ceritanya sederhana. Riley harus beradaptasi dengan lingkungan barunya di San Fransisco, padahal dia punya banyak kenangan manis di tempat lamanya, Minnesota. Joy sebagai pemimpin di Markas Besar, berusaha membuat hidup Riley dipenuhi kegembiraan menghadapi lingkungan baru. Konflik utama timbul saat dua dari emosi inti, yakni Joy dan Sadness, terlempar keluar dari Markas Besar, menyisakan tiga emosi lainnya yang terpaksa harus mengambil alih kendali pikiran. Perubahan inilah yang membuat Riley berubah menjadi gadis yang semula periang menjadi pemurung. Hiruk pikuk para emosi yang saling mengambil alih pikiran Riley di Markas Besar menjadi konflik internal (Inside), sementara tekanan lingkungan baru Riley menjadi konflik eksternal (Out).

 

Sebenernya banyak hikmah yang bisa diambil dari film ini, diantaranya yaitu pentingnya hubungan baik dalam keluarga, juga pentingnya mengenali emosi dalam diri kita sendiri, dan masih banyak lagi. Namun, gua tertarik untuk membahas satu pesan yang unik: kesedihan itu sesungguhnya wajar dan baik.

Yang mendominasi emosi seorang anak kecil adalah kesenangan, dan ini ditunjukkan dari sosok Joy yang terus berusaha membuat hidup Riley dipenuhi kegembiraan, kegembiraan, dan kegembiraan. Kalau hidup ini dipenuhi kegembiraan, buat apa kita harus merasa sedih? Hm... bener begitu?

Sutradara film ini, Pete Docter, menyatakan bahwa kesedihan tidak selalu buruk. Kesedihan sebenarnya menyehatkan dan memiliki tujuan, kata dia. Orang-orang sering memaknai kesedihan sebagai sesuatu yang pantas dijauhi, namun sesungguhnya kesedihan juga bisa merupakan sesuatu yang baik. Kesedihan bisa mengajarkan orang-orang sesuatu.

Sejauh mana level kegembiraan bisa terasa manis? Kegembiraaan akan terasa sangat manis apabila kita mengalami momen keterpurukan dan kemudian bangkit dari situ. Ingat, bangkit dari situ, bukannya terus-menerus bersedih. Seburuk apapun masalah yang melanda, kalau kita bisa memaknai hal itu dan kemudian berhasil mendapat kebahagiaan setelahnya, nah... itulah saatnya merasakan "manisnya" kegembiraan.

Selalu ada sisi baik dalam suatu hal, bukan?


-Bray-

Note: Musik indah Moby yang berjudul "In My Heart" menjadi pendamping penulisan ini.

READ MORE - Kesedihan Itu Sesungguhnya Wajar dan Baik

Kita dan Cara Kita Dibesarkan



Seorang anak akan tumbuh menjadi seperti apa yang dia pelajari dari lingkungan yang membesarkannya.

Ada sebuah kejadian yang membuat gua ingin menumpahkan pikiran disini. Beberapa minggu yang lalu, saat mengantre untuk membeli makanan ringan di sebuah minimarket, gua melihat seorang anak kecil yang merengek pada orang tuanya ingin dibelikan es krim, tapi sang orang tua tidak mengabulkan, dan mengumpat kasar. Alhasil si anak juga mengeluarkan umpatan kasar, dan terus merengek dengan suara lantang.

Hmm...

Di satu sudut lain minimarket, ada juga seorang anak yang terus-menerus bertanya pada ayahnya tentang barang ini itu, dan si ayah terlihat tenang meladeni pertanyaan anaknya. Si anak tidak minta macem-macem, dan ayahnya pun terlihat kalem, tidak berusaha membujuk anaknya untuk membeli apa yang dia minta.

Gua hanya memperhatikan kedua kejadian itu dengan senyum tipis, tapi baru malem ini gua kepikiran lagi momen itu, saat gua membaca sebuah quote bagus dari Goodreads, yang menampilkan kutipan buku "Children Learn What They Live" karangan Dorothy Law Nolte, yaitu:

Bila seorang anak hidup dengan kritik, ia akan belajar menghukum
Bila seorang anak hidup dengan permusuhan, ia akan belajar kekerasan
Bila seorang anak hidup dengan olokan, ia belajar menjadi malu
Bila seorang anak hidup dengan rasa malu, ia belajar merasa bersalah
Bila seorang anak hidup dengan dorongan, ia belajar percaya diri
Bila seorang anak hidup dengan keadilan, ia belajar menjalankan keadilan
Bila seorang anak hidup dengan ketentraman, ia belajar tentang iman
Bila seorang anak hidup dengan dukungan, ia belajar menyukai dirinya sendiri
Bila seorang anak hidup dengan penerimaan dan persahabatan, ia belajar untuk mencintai dunia

Itulah kutipannya. Bagus untuk disimak dan direnungkan. Seorang anak adalah pembelajar yang baik, dan kita pasti pernah mengalami fase tersebut, bahkan sampai detik ini, kita akan terus mengalami pembelajaran melalui lingkungan. Kita hidup di lingkungan seperti apa, biasanya itu yang akan membentuk jati diri kita. 

Apakah itu berarti lingkungan patut disalahkan? Tidak selalu, karena manusia bisa berubah ke arah yang positif disaat lingkungannya membuat dia menjadi pribadi yang negatif. Lalu, apakah kita sadar lingkungan seperti apa yang membentuk pribadi kita sampai saat ini?

-Bray-
@bayurohmantika


Note: Lagu "Old Favours" milik Empire Of The Sun menemani gua malam ini. Sweet techno

READ MORE - Kita dan Cara Kita Dibesarkan

Dunia Sang Perfeksionis



Kegagalan adalah bagian dari sukses.

Kalimat itu yang harus ditanamkan dalam pikiran kita apabila menghadapi sebuah kegagalan. Bagaimana cara kita belajar dari kegagalan tersebut dan mengubahnya menjadi kesuksesan di kemudian hari lah yang menentukan segalanya. Kegagalan semestinya tidak dipandang sebagai sebuah cacat berlebih. Kegagalan harus diterima dengan lapang hati dan kemudian kita bertekad untuk tidak mengulangi lagi di masa depan.

Sayangnya, seorang perfeksionis tidak selalu memandang demikian.

Dikutip dari Wikipedia, perfeksionisme adalah keyakinan bahwa seseorang harus menjadi sempurna untuk mencapai kondisi terbaik pada aspek fisik ataupun non-materi. Perfeksionisme dapat menyebabkan seseorang memiliki perhatian berlebih terhadap detail suatu hal dan bersifat obsesif-kompulsif, sensitif terhadap kritik, suka menunda, cemas berkepanjangan, keras kepala, dan berpikir sempit.



Dari gambar di atas, bisa disimpulkan bahwa seorang perfeksionis kerap menginginkan kesempurnaan suatu hal melebihi skala normal. Mereka tidak bisa menerima cacat dalam suatu hal. Mereka memiliki segudang rencana dalam pikirannya, dan rencana tersebut harus terjadi tepat seperti yang telah disusun. Mereka tidak dapat berkompromi dengan orang-orang yang kerap berbuat salah.

Gua punya pengalaman menghadapi seseorang perfeksionis dalam dunia kerja. Dia hampir tidak pernah menerima kesalahan sebagai bagian dari proses belajar, dan akan selalu mencacat suatu hal yang tidak sesuai dengan keinginannya. Kalau udah begitu, yang ada adalah pihak-pihak yang berhubungan dengannya lebih memilih untuk tidak mengerjakan suatu hal daripada mengerjakannya tapi selalu dicacat. Ini buruk, tapi itulah yang terjadi. Parahnya, dia ngga mau mempercayakan suatu hal pada orang lain yang ngga bisa ngerjain sesuatu seperti yang dia kehendaki. 

Hmh...

Mari renungkan sejenak. Tidak ada yang namanya manusia sempurna. Pasti selalu ada kekurangannya. Nasib kita di dunia ini juga udah ditentuin sama Allah, jadi jika rencana yang udah kita susun serapi mungkin berantakan, jangan kecewa. Hidup jadi terasa berat dijalanin kalo kita selalu mikir kesempurnaan. Bukan berarti kita bisa selalu berbuat kesalahan. Bukan itu intinya. The point is... jalani hidup seperti seharusnya, dan belajar menerima ketidaksempurnaan sebagai bagian dari hidup. Enjoy your life...

"The pursuit of perfection is frustrating, neurotic and a terrible waste of time", itu quote dari Edwin Bliss. Meskipun tampak teratur dan ideal, dunia sang perfeksionis akan selalu dipenuhi dengan stres, kekecewaan, prasangka buruk, dan hal-hal negatif lain. Apakah itu yang kita mau?

Maaf, gua ga bisa masuk ke dunia sang perfeksionis.

-Bray-
@bayurohmantika



Note: Lagu One Republic yang "Good Life" menjadi musik pengiring penulisan artikel ini. Hidup ini memang indah, jadi jangan diisi dengan pikiran negatif.

READ MORE - Dunia Sang Perfeksionis

Ayo Pilih: Good Mood atau Bad Mood?



Apakah mood harus dipilih?

Pertanyaan simpel itu terus menghantui gua, jadi akan gua share disini. Well, dalam beraktivitas sehari-hari, apapun yang kita lakukan pasti ada kaitannya dengan perasaan senang, sedih, kecewa, dan sebagainya. Banyak penyebabnya, mulai dari patah hati, dapet promosi jabatan yang diinginkan, nonton film sedih dan lainnya. Terkadang hal-hal tersebut akan mempengaruhi mood kita, iya ngga?

Kalau mood kita bagus, tentu semua hal yang dilakukan terasa ringan, menyenangkan dan hasilnya memuaskan banyak pihak. Gimana kalau mood-nya buruk? Wah, yang ada semua hal terasa buruk, mulai dari komunikasi, tindakan dan pikiran. Pekerjaan yang seharusnya selesai dalam sepuluh menit bisa selesai lebih dari itu, atau bahkan lebih buruk lagi: ga dikerjain sama sekali, dan berpotensi jadi bom waktu di kemudian hari. Komunikasi dengan orang lain yang seharusnya lancar jadi tersendat gara-gara kita masang muka murung. Kewajiban yang seharusnya dikerjakan jadi terbengkalai akibat suasana hati yang buruk.

Kita semua pasti pernah merasakan hal itu. Kadang pembelaan diri kita adalah: "Tapi kan gua lagi ngalamin kejadian yang ngga enak, jadi males ngapa-ngapain. Udah ilang fokus. Buyar semua rencana yang udah disusun." Masih ada sederet alasan lain yang memaklumi si bad mood ini. 

Awalnya gua selalu menganggap bahwa faktor eksternal-lah yang bisa disalahkan, sebuah kejadian yang membuat mood baik atau buruk ini muncul. Contohnya tadi, kalo lagi patah hati, maka yang muncul si bad mood; kalo lagi dapet promosi jabatan yang diinginkan, yang muncul si good mood. Kemunculannya silih berganti. Kalau ada momen buruk, si bad mood mampir, pas ada momen baik, langsung diganti sama good mood

Pikiran negatif kita pasti akan berkata: "Ya udah sih, emang begitu, bukan? Hidup ini kan terus berputar, ada sedih, ada senang. Ya kalo senang kita senang, kalo sedih kita sedih. Terima aja." No no no! Bukan begitu seharusnya mindset kita bangun. Dari web psychmechanics.com, disebutkan bahwa: 

"Kita bertanggung jawab atas kondisi mood dan emosional kita sendiri. Jangan menyalahkan pihak lain, Tuhan atau pemerintah atas apa yang kita rasakan. Tuhan memberikan kejadian sedih dan senang untuk sebuah alasan. Bagaimana cara kita menangani kedua momen tersebutlah yang akan menentukan mood kita."

Kalau kita menangani momen sedih dengan benar, maka kita akan diberkahi dengan good mood. Sebaliknya, kalau kita menangani momen baik dengan salah, maka yang ada adalah bad mood. See? Bukan momennya yang harus disalahkan, tapi mindset kita dalam menanganinya lah yang harus dibenahi. Ada orang yang masih dapat tersenyum saat dia merasakan hari terburuk dalam hidupnya. Ada juga orang yang kelihatan murung padahal kejadian baik baru aja dialaminya. Ini semua tentang apa mood yang kita pilih.

Tanamkan ke dalam pikiran bahwa dibalik kejadian buruk selalu ada hikmahnya. Jangan biarkan pikiran negatif masuk. Nikmatilah hidup ini dan lakukan yang terbaik. Pikiran negatif yang mengarah ke bad mood hanya akan menggerogoti kita luar dan dalam. Kalau kita memilih good mood, maka tidak akan ada yang dapat menenggelamkan kita dalam kesedihan dan kemurungan.

So, dalam menghadapi aktivitas hari ini atau besok, mood apa yang kalian pilih?

-Bray-
@bayurohmantika

Note: mood baik selalu bisa dibangun dengan lagu yang bagus. Untuk itu, gua mendengarkan lagu Franz Ferdinand yang "Take Me Out" untuk mengiringi penulisan artikel ini.

READ MORE - Ayo Pilih: Good Mood atau Bad Mood?
 
Powered by Blogger.