Saat Manusia Diasosiasikan dengan Hewan


Ide yang dituangkan seorang penulis dalam sebuah tulisan memang menjadi kekuatan yang tidak ada duanya. Melalui permainan kata dengan mengotak-atik 26 alfabet (A-Z) dan sepuluh angka (0-9), seorang penulis merangkai kisah menjadi sebuah karya intelektual. Itulah hebatnya sebuah tulisan, apa pun bentuknya. Tak terkecuali karya sastra satu ini, Animal Farm, karangan sastrawan Inggris, George Orwell, terbitan tahun 1945.

Animal Farm menceritakan mengenai sekelompok hewan-hewan di Peternakan Manor (milik Mr. Jones), yang mendapat sebuah "pencerahan" dari seekor babi bernama Mayor Tua. Dia bermimpi suatu hari kaum manusia menghilang dan saat itu hewan-hewan mempunyai kebebasan untuk hidup, dengan kata lain dia telah menanamkan benih pemberontakan pada hewan-hewan di peternakan. Suatu malam, saat para hewan kelaparan karena jatah makan tidak sesuai harapan, mereka memberontak dengan mengusir manusia dari peternakan itu, dan mendeklarasikan nama baru "Peternakan Hewan", disertai membuat tujuh Hukum Kehewanan, dimana salah satunya menyatakan "semua binatang adalah sama". 

Tampuk kepemimpinan diserahkan ke kelompok babi, yang dianggap memiliki intelejensi tinggi dibanding hewan lain di peternakan. Dari kelompok babi, ada dua ekor yang terlihat menonjol: Snowball yang cerdas dan Napoleon yang berkarakter kuat/tegas. Mereka secara diam-diam berebut kekuasaan, dan mulai dari sini segala permasalahan muncul. Semua hewan mengira kehidupan mereka akan makmur, nyatanya mengurus peternakan tidaklah mudah. Masalah demi masalah muncul, dan lama-kelamaan mulai tampak siapa yang berkuasa penuh dan siapa yang tertindas. Benar inikah yang mereka harapkan?




Harus diakui, tidak mudah menuliskan satir politik, apalagi saat itu masa Perang Dunia II, dan buku ini mengkritik totalitarianisme Uni Soviet. George Orwell mampu merangkai kata sedemikian rupa dengan baik, dan menggunakan karakter hewan untuk mengasosiasikan dengan manusia. Sebuah langkah cerdas dan berani. Kita diajak untuk mengikuti perjuangan para hewan menggulingkan kekuasaan manusia (sama seperti pemberontakan kaum buruh), kemudian alur cerita semakin digarap lebih cerdas dengan memasukkan unsur "politik kotor" seperti korupsi, manipulasi dan semacamnya. Hebatnya, itu semua disajikan dengan bahasa yang mudah dimengerti, dan karena menggunakan karakter hewan, membuat pembaca jadi bertanya-tanya sendiri, "Apa bedanya hewan-hewan ini dengan manusia yang tamak akan kekuasaan?"

Satu kalimat yang bisa gua kutip dari buku ini adalah: "Makhluk-makhluk di luar memandang dari babi ke manusia, dan dari manusia ke babi lagi; tetapi mustahil mengatakan mana yang satu dan mana yang lainnya" (halaman 140). Atau dengan kata lain... mereka tampak sama.

Satu lagi yang menarik, buku ini diterbitkan tepat pada tanggal 17 Agustus 1945, seumuran dengan negara tercinta kita ini. So, kalo ada yang berminat baca sastra klasik ini, sangat gua rekomendasikan untuk nambah wawasan, lebih ringan daripada kajian teori sosialis-komunis. Kalo buku ini susah dicari di toko buku, mending milih metode kayak yang gua lakuin: beli e-book nya dari Play Store.

-Bray-

Note: Emang pas banget saat mutusin untuk muter ulang lagunya Jake Bugg (dari Inggris juga) yang judulnya "Simple As This" untuk mengiringi penulisan ini.

No comments:

Post a Comment

 
Powered by Blogger.