Filosofi Manis Dari "Filosofi Kopi"



Sebuah film dapat disebut bagus jika film tersebut mampu meninggalkan kesan tertentu bagi penontonnya. Usai credit title bergulir di akhir film dan lampu bioskop dinyalakan, penonton masih larut dalam emosi tersendiri. Itulah yang gua rasakan saat menonton Filosofi Kopi ini. Disutradarai oleh Angga Dwimas Sasongko  (yang pernah menyutradarai film "Cahaya Dari Timur: Beta Maluku" -- sebuah film yang berhasil menggondol Piala Citra dalam gelaran Festival Film Indonesia 2014 untuk kategori Film Terbaik!), Filosofi Kopi hadir dengan penuh makna.

Menceritakan tentang dua pemuda, Jody (Rio Dewanto) dan Ben (Chicco Jerikho), yang bahu-membahu membangun usaha kedai kopi bernama Filosofi Kopi. Sayang, kedai mereka tengah dalam kondisi yang rapuh manakala harus berurusan dengan tumpukan hutang. Sebuah kesempatan bagus datang tatkala mereka ditantang oleh seorang pengusaha untuk membuat kopi terenak di Jakarta (atau bahkan Indonesia jika mereka mampu), dengan iming-iming uang dalam jumlah besar. Jika kalah, finansial mereka juga menjadi taruhannya. Merasa tertantang, mereka berusaha mencari biji kopi terbaik, dan nasib mempertemukan mereka dengan El (Julie Estelle), gadis cantik pemerhati kopi profesional. Cukup sampai disitu? Tidak juga, karena dari situlah konflik mulai timbul, dengan bayang-bayang masa lalu yang menghantui mereka.

Mampukah mereka menaklukkan tantangan? Gua ga mau nyebar spoiler. Gua juga ga mengomentari aspek teknis (yang pasti akting Rio dan Chicco mantep di sini). Gua tertarik menuangkan apa yang bisa kita petik dari Filosofi Kopi: pahit manis kehidupan. Obsesi akan sesuatu sudah menjadi hal lumrah bagi masyarakat urban, terlebih jika urusannya dengan pekerjaan: menginginkan ini, itu, terus-menerus hingga melupakan satu hal penting, yaitu "mengerjakan sesuatu dengan sepenuh hati." Apapun yang dikerjakan dengan sepenuh hati, hasilnya akan lebih baik. Jika dikerjakan dengan setengah hati, maka tentu hasilnya akan setengah hati juga.

As simple as that.

Masih banyak pesan lain dari film ini (termasuk pesan untuk berdamai dengan masa lalu), tapi ada satu pesan bagus yang bisa gua kutip dari website filmnya: "Hidup ini seperti secangkir kopi, dimana pahit dan manis melebur, bertemu dalam kehangatan." (bagaimana kalo kopinya kopi pahit? Whatever hehe, gua bukan pecinta kopi, tapi gua tahu kalo kalimat itu memang bener).

So... tonton deh film ini, dan rasakan pahit manisnya :-)

-Bray-

Note: Lagu "Cheap Sunglasses" milik RAC feat. Matthew Koma mengiringi penulisan ini. A sweet techno-pop song.







No comments:

Post a Comment

 
Powered by Blogger.